Selasa, 18 Januari 2011

Teater Pelajar: Pembelajaran Teater, Belajar Pada Kehidupan

Oleh Autar Abdillah

Teater dilahirkan untuk menumbuhkan, menjaga, membangun, membangkitkan dan merekonstruksi kembali suatu kehidupan. Itulah sebabnya, maka teater menjadi bagian penting dalam setiap kita berhubungan satu sama lainnya. Saking pentingnya, maka teater memenuhi perannya sebagai bagian dari suatu upacara, suatu ritual, suatu perayaan, suatu peringatan, suatu permainan, suatu sosialisasi, hingga suatu hubungan sosial dan politik.
Bagi kalangan pelajar –sebutlah kita yang sedang berusia antara 12-17 tahun, teater menjadi bagian dalam kita mengekspresikan diri secara nyata, tanpa ada batas untuk menemukan diri kita yang sesungguhnya. Apakah diri kita yang sesungguhnya itu? Dalam alam modern, diri kita sesungguhnya adalah diri kita dengan segala kelebihan sekaligus kekurangannya. Diri kita adalah bentukan segala apa yang menjadi kehendak maupun kemauan kita yang disenyawakan dengan persentuhan kita dengan segala yang mampu kita rasakan dan alami dalam kehidupan.
Dalam teater pelajar, sedikitnya terdapat tiga model yang dapat dilakukan. Pertama, teater sebagai subjek pemberdayaan diri, agar seseorang bisa memiliki konfidensi dalam menjalani kehidupannya. Kedua, teater sebagai media untuk mengadakan presentasi diri berupa pertunjukan. Ketiga teater sebagai media pengujian kemampuan melalui lomba atau kompetisi. Ketiga model ini dilakukan dengan cara yang berbeda pula. Ketiga model ini dapat dilakukan untuk satu model saja, maupun ketiga-tiganya secara bersamaan.
Untuk model yang pertama, seseorang tidak perlu memikirkan terlalu jauh bagaimana teknik teater itu sendiri. Yang terpenting adalah kemauan untuk membuka diri seluas-luasnya, agar seseorang dapat menjadi dirinya sendiri dan menumbuhkan efek-efek psikologis dirinya. Segala yang tumbuh dalam kedirian –dalam efek psikologis, akan membantu seseorang untuk mengaktualisasikan dirinya.
Teater semacam ini dimaknai sebagai telah “bergesernya pusat lakon dalam personifikasi pemeranan, lewat kemungkinan terjadinya interprestasi yang beragam, dan kompleks inilah suatu dunia kemungkinan dibuka selebar – lebarnya dan sebesar – besarnya. Pemeranan bukan lagi manifestasi lakon dramatik-tekstual. Tetapi merupakan suatu pembongkaran terhadap realitas yang memungkinkan kehidupan menemukan titik revelansi dan sinkronik aktualitasnya.segala sesuatu yang berlangsung dalam kehidupan itu, sedemikian rupa merupakan subjek yang mungkin dalam kehidupan itu sendiri, pada masing – masing diri yang terlibat di dalamnya.

Demikianlah, teater ini, menyatakan dirinya dalam kehadiran atau presentasi kemungkinan hidup yang dialami oleh manusia. Hal ini bukan saja terjadi pada diri sutradara, aktor, maupun para pekerja yang memiliki tanggung jawab masing – masing dalam kerja artistik dan manajerial. Tetapi, lebih jauh memiliki konsekuensi pula pada diri penonton yang hadir bersama – sama aktor di ruang pertunjukan. Penonton bukanlah "mahluk dan keberadaan yang lain", tetapi memiliki peran juga dalam membangun teater, meskipun di dalam dirinya masing – maisng. Inilah yang dimaksud dengan berlangsungnya subjektivikasi di dalam teater, di mana masing – masing personal, terlibat dalam suatu pertemuan yang senlanjutnya dinamakan teater. (baca Autar Abdillah, Suara Karya, 6 Oktober 1996)

Model yang kedua membutuhkan teknik teater agar dapat melakukan presentasi yang lebih konkrit dalam hubungan lakon dengan pertunjukan. Sebagai suatu pertunjukan teater pada tingkat ini membutuhkan pemahaman terhadap bagaimana sesuatu dipertunjukkan atau diperagakan. Pertama-tama adalah memahami lakon. Dalam memahami lakon, seseorang harus memulai memahami kisi-kisi lakon hingga hukum dramatik yang dimilikinya. Kisi-kisi lakon mencakup setidaknya, aspek tematik, plot, perwatakan, setting hingga keberadaan pengarang. Kisi-kisi inilah yang kemudian diterjemahkan dalam hukum dramatik melalui penguatan pada tekstur dramatik yang meliputi suasana, spektakel dan dialog para tokoh cerita.
Model yang ketiga merupakan kelanjutan model ketiga dengan persyaratan-persyaratan tertentu. Dalam sebuah kompetisi atau lomba, seseorang atau suatu kelompok teater diikat oleh persyaratan tertentu yang dibuat oleh penyelenggara kompetisi. Terkadang terdapat pembatasan-pembatasan yang disepakati. Pembatasan ini terkadang tidak memnuhi keinginan para creator. Namun demikian, jika sudah sepakat mengikuti kompetisi ini, maka mau tidak mau, suka tidak suka, maka persyaratan dan terkadang sangat membatasi itu harus diikuti. Teater dalam konteksi ini memiliki konsekuensi yang ketat juga, sehingga seseorang atau kelompok teater harus memiliki kemampuan lebih sebelum melakukan presentasi.
Terdapat satu lagi model yang sesungguhnya merupakan jalan tengah yang produktif, yakni “teater dalam kelas”. Teater dala kelas merupakan bentuk pembelajaran dan bentuk berteater yang sangat sederhana. Masing-masing pelaku dapat membangun kreativitasnya secara sederhana dengan memunculkan sendiri proyeksi lakon maupun penokohannya. Misalnya, mulailah dengan memahami suatu cerita yang terjadi di sekitar kita. Kelolalah cerita itu menjadi suatu percakapan yang menarik. Tentukan sendiri siapa yang akan berperan dalam cerita itu. Sesuaikan konstruksi cerita dengan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing siswa. Tidak perlu terlalu memikirkan urusan artistik. Jika diperlukan bunyi-bunyian, lakukan dengan peralatan yang ada.
Sebagai penutup dialog pada hari ini, saya sampaikan beberapa langkah untuk memulai suatu teater.
1. Mulailah dengan niat yang tulus untuk membuka diri seluas-luasnya dalam memasuki teater
2. Tanamkanlah keberanian untuk memulai sesuatu dari diri sendiri, agar mendapatkan manfaat dari berteater
3. Lakukanlah kerjasama yang saling member dan menerima satu sama lainnya, agar setiap tindakan dalam teater tidak memenjarakan diri sendiri.
4. Jangan pernah menyerah maupun cepat berpuas diri. Lakukanlah pendalaman terus menerus, agar setiap pencapaian dalam teater adalah proses pencanggihan terhadap peristiwa yang actual dalam kehidupan sehari-hari. Bukan sekedar pencanggihan teknik
5. Nikmatilah proses hubungan sinergis antara pengetahuan dengan pengalaman yang dimiliki

SELAMAT MENGIKUTI DIKLAT DAN BERLATIH TERUS MENERUS….

Disampaikan pada Diklat Teater Pelajar 2010/2011 di SMAN 3 Sidoarjo, 16 Januari 2011