Senin, 11 April 2011

KAJIAN PENGEMBANGAN LEMBAGA PERTUNJUKAN RAKYAT

Oleh Autar Abdillah S.Sn., M.Si
Staf Pengajar Universitas Negeri Surabaya,
dan mahasiswa Program Doktor Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya


1

Pertunjukan rakyat memiliki peran penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di era Millenium Ketiga ini. Pertunjukan rakyat (Pentura) memiliki akar yang sangat kuat dalam tradisi kebudayaan yang tersedia sekaligus dalam strategi komunikasi personal. Kepala Subdit Lembaga Media Tradisional Ditjen Sarana Komunikasi dan Desiminasi (SKD1) Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo), Endang Kartiwa kepada Berita Kota di Jakarta, Selasa (5/1), seperti dilansir Bataviase.co.id. menegaskan bahwa "Melalui Media Pertunjukan Rakyat (MPR), penyebaran informasi justru akan semakin mudah diterima karena bisa menjangkau berbagai lapisan masyarakat tanpa terkecuali". Untuk merealisasikannya, lanjut Endang, diperlukan Lembaga MPR sehingga dapat menyebarkan informasi seluas-luasnya dan lebih mudah. Apalagi jika melalui tiga elemen penting yakni seniman, masyarakat, dan pemerintah. Sebab, beberapa lembaga MPR. diantaranya sarana hiburan, pendidikan, kontrol sosial, pelestarian dan pengembangan nilai-nilai budaya bangsa, pemeliharaan identitas dan orientasi budaya bangsa, serta sebagai sarana desiminasi informasi. Menurut Pakar Komunikasi UI Ibnu Hamad, tegas Endang, MPR penting bagi penyebaran informasi, lantaran mampu menyampaikan pesan dalam beberapa cara sekaligus, seperti ucapan, gerakan, gambar, dan kata-kata.
Terdapat dua tantangan besar yang terlebih dahulu harus diselesaikan, yakni ekstasi media dan hiperrealitas yang tumbuh bersamaan dalam pertunjukan rakyat. Ekstasi media merupakan gejala baru yang harusnya dilakukan antisipasi terlebih dahulu. Massa rakyat seperti sedang berada dalam pilihan-pilihan yang sulit. Begitu banyak media, begitu menggilanya media membombardir hingga memasuki ruang yang paling pribadi, yakni ruang keluarga. Ekstasi media seperti sebuah sihir global yang menyirep kebutuhan-kebutuhan massa-rakyat dalam satu kebutuhan yang seolah-olah penting, yakni gaya hidup. Ekstasi media selanjutnya menjadi ekstasi konsumtif. Massa-rakyat kehilangan penyangga, baik moralitas maupun dunia religi, ritual hingga kesadaran dalam kebersamaan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Ekstasi media diiringi dengan distribusi hiperrealitas yang semakin menumbuhkan gaya hidup modernitas yang serba personal. Seperti ditegaskan Marshall Berman (1982: 99) bahwa “Lingkungan dan pengalaman modern menghapus semua batas geografis dan kesukuan, semua kelas dan kebangsaan, semua agama dan ideologi: dalam pengertian inilah modernitas menyatukan seluruh umat manusia”. Namun demikian, kesatuan itu dalam ketidaksatuan, dimana umat manusia berada dalam dunia seolah-olah yang mencoba meyakinkan adanya kebersamaan, disiplin dan kepastian relasi antar umat manusia itu sendiri.

2
Merujuk pada Peraturan Menteri Komunikasi Dan Informatika RI Nomor : 08 /PER/ M.KOMINFO/6/2010 Tentang Pedoman Pengembangan Dan Pemberdayaan Lembaga Komunikasi Sosial, Bab II, bagian kesatu, pasal 2 ayat 1, maka Prinsip Pengembangan dan Pemberdayaan Lembaga Komunikasi Sosial –termasuk didalamnya lembaga Pertunjukan Rakyat, meliputi:
a. sinergitas, yaitu saling melengkapi antara upaya yang dilakukan Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota serta semua pihak yang terkait dengan pengembangan dan pemberdayaan Lembaga Komunikasi Sosial;
b. terstruktur, yaitu secara berjenjang dari pusat sampai ke daerah;
c. terukur, yaitu hasil kegiatan pengembangan dan pemberdayaan Lembaga Komunikasi Sosial dapat diukur tingkat keberhasilannya baik secara kuantitatif maupun kualitatif;
d. terintegritasi, yaitu satu kesatuan penyelenggaraan pengembangan dan pemberdayaan Lembaga Komunikasi Sosial secara nasional;
e. partisipatif, yaitu terdapat keterlibatan masyarakat secara aktif dalam pengembangan dan pemberdayaan Lembaga Komunikasi Sosial;
f. berkelanjutan, yaitu kegiatan pengembangan dan pemberdayaan Lembaga Komunikasi Sosial dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan; dan
g. kemitraan adanya kesetaraan dalam menjalin kerjasama yang saling menguntungkan berdasarkan keterbukaan dan kepercayaan.
Prinsip-prinsip diatas dapat diturunkan dalam berbagai bentuk dan kepada stakeholder serta kelembagaan terkait. Bentuk-bentuk pengembangan lembaga pertunjukan dapat meliputi
a. Pembentukan jejaring diantara para pelaku pertunjukan rakyat. Mencermati jejaring yang ada, maka selama ini hanya bersifat spontan dan tidak terstruktur dengan jelas, sehingga tidak terjadi pertukaran informasi, pengembangan wacana maupun saling memberikan dukungan yang kondusif.
b. Pembentukan pola “pasar seni pertunjukan” yang mampu mendorong masing-masing pelaku pertunjukan rakyat untuk mencari publiknya sendiri. Publik juga dapat melakukan pembiasaan dan membangun respon yang terintegrasi. Dalam konteks ini terdapat tiga pola, yakni government supporting (GS), public supporting (PS) dan commercial supporting (CS). GS dapat berupa subsidi berjangka sambil melakukan identifikasi terhadap realitas publiknya. PS merupakan komunitas, baik yang berdasarkan hubungan emosional, hubungan budaya, hubungan kekeluargaan, profesi dan komunitas. Sedangkan CS sudah merupakan pertunjukan rakyat yang sudah memiliki tingkat kemapanan dan kematangan secara organisatoris, sehingga sudah mampu menciptakan pasar sendiri.
c. Publikasi dan penerbitan maupun pengarsipan karya-karya pertunjukan rakyat, agar seluruh lapisan masyarakat dapat menikmati karya-karya tersebut serta dapat pula mengapresiasi diluar ruang pertunjukannya.
Stakeholder seperti kelompok-kelompok seniman maupun akademisi seni yang secara aktif atau mampu secara aktif mengembangkan pertunjukan rakyat dapat menjadi salah satu pintu masuk yang efektif dalam pengembangan kelembagaan pentura. Di Jawa Timur terdapat sejumlah kelompok seniman maupun akademisi seni serta masyarakat sekolah yang melakukan revitalisasi atau secara aktif mengembangkan pertunjukan rakyat. Namun, selama ini, aktivitas yang mereka lakukan tidak tersentuh untuk mendorong adanya desiminasi informasi secara konstruktif. Fakta menunjukkan bahwa kelompok seniman, akademisi maupun masyarakat sekolah (terutama SMP/M.Ts dan SMA/SMK/MA) bergerak hanya dalam konteks estetik serta cenderung terjebak dalam ekstasi media.
Selanjutnya adalah berfungsinya sinergitas antar lembaga terkait. Sudah saatnya untuk meninggalkan egosentritas antar lembaga pemerintahan guna membangun kekuatan yang adikuat terhadap pertunjukan rakyat. Berbagai pola serta kelompok-kelompok yang terlibat lebih mampu memberikan peluang untuk pengembangan yang lebih kondusif.

3
Lembaga pertunjukan rakyat dapat menjadi sarana penting dalam upaya pengembangan pertunjukan rakyat yang berbasis pada pasar, kebutuhan gaya hidup, modernitas serta menggali nilai-nilai budaya yang sudah terserap maupun yang sedang berproses menuju pengintegrasian secara dinamis. Kebudayaan yang dikandung dalam pertunjukan rakyat adalah nilai-nilai yang dianut bersama. Nilai-nilai yang diwariskan serta ditafsir ulang sebagai kekuatan dalam membangun kebangsaan yang dicita-citakan bersama.
Massa-rakyat maupun publik pada umumnya sedang melakukan pencarian yang amat serius dalam membagun pola-pola hubungan sosial maupun pencerapan informasi yang sejalan dengan kebutuhan hidupnya. Hubungan sosial yang mengalami keretakan maupun mengalami disintegrasi sebagian besar disebabkan oleh rendahnya sumber informasi yang mampu memberikan dukungan terhadap pemenuhan komunikasi sosial yang efektif. Pertunjukan rakyat melalui kelembagaan yang mampu menyerap aspirasi publik sangat dinantikan dan menjadi titik tolak baru dalam meningkatkan kualitas hidup warga masyarakat pada umumnya. Ketenangan, ketentraman serta kenyamanan dalam hubungan sosial, sangat ditentukan pula oleh bagaimana pertunjukan rakyat melalui lembaga yang tersedia mampu melakukan aktualiasi dan terbukanya ruang tafsir baru maupun keterbukaan membangun tafsir-tafsir terhadap kehidupan yang dijalani bersama.
Dengan demikian, lembaga pertunjukan rakyat yang dapat menciptakan jejaring yang lebih luas dan lebih mendalam, dengan sendirinya membawa publiknya pada pemahaman maupun meningkatnya kecerdasan publik dalam menerima informasi serta mengolah informasi yang berguna dalam kehidupan sehari-hari. Tiga pola kelembagaan seperti government supporting (GS), public supporting (PS) dan commercial supporting (CS) merupakan alternatif untuk pembentukan pasar seni pertunjukan yang terlembaga dengan semestinya.