Kamis, 28 Maret 2013

• Ekologi budaya merupakan suatu kerangka teoritik yang memberi perhatian pada adaptasi yang berkaitan dengan cara sistem budaya beradaptasi dengan lingkungannya secara total, dan cara institusi-institusi dalam suatu budaya beradaptasi atau saling menyesuaikan diri. • Dengan demikian, seorang ekolog budaya akan mampu melihat cara kemunculan, pemeliharaan, dan transformasi berbagai konfigurasi budaya • Selama ini, pemahaman ekologi budaya selalu menekankan aspek teknologi dan ilmu ekonomi dalam analisi mereka terhadap adaptasi budaya, karena dipandang lebih mudah menemukan perbedaan diantara masing-masing budaya. • Memang, suatu filsafat moral mampu bertahan hingga 2000 tahun, sementara suatu teknologi yang berlaku pada 2000 tahun lalu membutuhkan suatu transformasi total dan panjang dalam cara hidup kita. • Selain variable teknologi dan ekonomi, terdapat variable lain yang juga sangat menentukan. Leslie White menyebutkan factor ideology dan sosio-politik. Eric Wolf menambahkannya dengan faktor psikologis dan sosial dengan mengambil contoh komunitas petani korporasi tertutup (budaya kemiskinan, keabadian defensif, kecemburuan institusional, dan mekanisme penyamarataan seperti yang terjadi pada sistem politik religius). • Charles O. Frake memberikan pemahaman terhadap faktor konseptualisasi dan tafsir pribumi mengenai lingkungan (termasuk faktor ideologis dan psikologis). • Vayda, Leeds, Smith, dan dilanjutkan dengan Rappaport, mengungkapkan bahwa kegiatan religius dan seremonial mempunyai makna adaptasi yang penting. • Sedangkan Robert Edgerton melihat adanya hubungan kepribadian dengan ekologi budaya. • Konsep lingkungan (environment) disama-artikan dengan ciri-ciri atau hal-hal menonjol yang menandai habitat alami: cuaca, flora dan fauna, pola hujan, dan bahkan keberadaan mineral di bawah tanah. • Menurut Edmund Leach: Lingkungan bukanlah benda alami; ia merupakan seperangkat pemahaman, suatu produk kebudayaan … Pertanyaan mengenai ”lingkungan itu apa”, tidak dapat dipecahkan secara objektif, karena ini adalah soal persepsi. Hubungan suatu masyarakat dengan lingkungannya hanya dapat dipahami, bila kita mengamati cara pengorganisasian lingkungan itu dalam kategori-kategori verbal, yang disusun oleh mereka yang menggunakannya. • Lingkungan efektif berbeda dengan lingkungan alami. Lingkungan efektif merupakan lingkungan yang telah dikonseptualisasikan oleh manusia dengan berpedoman atau berpijak pada pertumbuhan budaya yang dibangunnya. Sedangan lingkungan alami terbentuk melalui perkembangan struktur alam secara apa adanya. • Menurut Bates: Gagasan tentang lingkungan sudah jelas dan tegas; ia meliputi keadaan sekitar (surroundings) yang merupakan latar suatu organisme; ia adalah jumlah kekuatan-kekuatan dari luar yang bertindak atau berbuat terhadap organisme itu. Yang terakhir itu untuk membedakan lingkungan dengan kekuatan yang muncul dari dalam, yakni sifat-hakikat organisme itu sendiri. Ringkasan Ekologi budaya tidak hanya membicarakan interaksi bentuk-bentuk kehidupan dalam ekosistem tertentu, tetapi juga membahas cara manusia (berkat budaya sebagai sarananya) memanipulasi dan membentuk ekosistem itu sendiri. Manusia memang sangat berbeda dengan makhluk yang lebih rendah (infrahuman) cara hidupnya. Karena manusia lebih mampu mengadaptasi lingkungannya terhadap dirinya sendiri. Begitu pula dengan konsep adaptasi dalam biologi dan budaya. Dalam biologi, kemampuan untuk bertahan dan mampu beradaptasi dilihat dari hasil yang dicapai dalam proses reproduksi atau perkembangbiakannya. Sedangkan dalam budaya dapat dilihat dari aspek sirkularitas atau aspek sebab akibat atau ketimbalbalikan atau adanya umpan balik dari hubungan kehidupan budaya tersebut dengan lingkungannya. Topik Diskusi 1. Cobalah perhatikan kehidupan suatu budaya di daerah anda. Bagaimana budaya itu dapat berkembang, dan tantangan apa yang dihadapi oleh budaya itu? 2. Perhatikanlah hubungan ekonomi dan teknologi yang dipilih oleh suatu kehidupan budaya. Aspek apakah yang menonjol dari cara manusia di lingkungan budaya itu memilih cara hidupnya. Jelaskanlah aspek-aspek itu dengan menyebutkan contoh-contoh praksisnya. 3. Apa pendapat anda, tentang saling pengaruh antara lingkungan dan budaya, dan bagaimana adaptasi dilakukan dalam lingkungan dan budaya Sumber Bacaan: David Kaplan dan Albert A. Manners, 1999, Teori Budaya (The Theory of Culture), terjemahan Landung Simatupang, pengantar Dr. PM Laksono, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal. 109-122

Kamis, 14 Maret 2013

Jenis Jenis Kritik Sastra

Menurut bantuknya Kritik sastra menurut bentuknya dapat digolongkan menjadi kritik teori (thoeritical criticism), dan kritik terapan (applied criticism). Kritik teori adalah bidang kritik sastra yang bekerja untuk menerapkan istilah-istilah, kategori-kategori dan kriteria-kriteria untuk diterapkan dalam pertimbangan dan interprestasi karya sastra, yang dengannya karya sastra dan para sastrawannya dinilai. Adapun kritik terapan adalah pelaksanaan dalam penerapan teori-teori kritik sastra sastra baik secara eksplisit, maupun implisit. Menurut pelaksanaannya Menurut pelaksanaanya kritik sastra terbagi atas kritik judisial (judicial criticism) dan impresionistik (impressionistic criticism). Kritik judisial adalah kritik sastra yang melakukan analisis, interprestasi, dan penilaiannya berdasarkan ukuran-ukuran, hukum-hukum dan standar-standar tertentu. Kritikus judisal melakukan kritik sastra berdasarkan ukuran-ukuran tersebut. Jenis sifatnya deduktif. Dapat dikatakan kritik ini merupakan kebalikan dari kritik yang sifatnya induktif. Dalam kritik yang induktif, seorang kritikus tidak menerapkan standar-standar tertentu dalam mengkritik karya sastra. Ia berangkat dari fenomena yang ada dalam karya sastra itu secara objektif. Sedangkan kritik impresionik adalah kritik yang dibuat kritikus dengan mengemukakan kesan-kesan kritikus tentang objek kritiknya, tanggapan-tanggapan tentang kara sastra itu berdasarkan apa yang dirasakan kritikus tersebut. Dalam kritik yang impresionik, seorang kritikus menggunakan tafsiran untuk mengagumkan pembaca. Dalam kritik jenis ini kritikus jarang menggunakan penilaian. Menurut orientasi kritik Abram (David Logde, 1972:5-21) membagi jenis kritik berdasarkan orientasinya, yaitu kritik mimetik, kritik ekspresif, kritik pragmatik dan kritik objektif. 1. Kritik mimetik adalah kritik yang memandang karya sastra sebagai pencerminan kenyataan kehidupan manusia. Menurut Abrams, kritikus pada jenis ini memandang karya sastra sebagai tiruan aspek-aspek alam. Sastra merupakan pencerminan/penggambaran dunia kehidupan. Sehingga kriteria yang digunakan kritikus sejauh mana karya sastra mampu menggambarkan objek yang sebenarnya. Semakin jelas karya sastra menggambarkan realita semakin baguslah karya sastra itu. Kritik jenis ini jelas dipengaruhi oleh paham Aristoteles dan Plato yang menyatakan bahwa sastra adalah tiruan kenyataan. 2. Kritik ekspresif adalah kritik sastra yang memandang karya sastra sebagai ekspresi, curahan perasaan, atau imajinasi pengarang. Kritik ekspresif menitikberatkan pada pengarang. Kritikus ekspresif meyakini bahwa sastrawan (pengarang) karya sastra merupakan unsur pokok yang melahirkan pikiran-pikiran, persepsi-persepsi dan perasaan yang dikombinasikan dalam karya sastra. Kritikus dalam hal ini cenderung menimba karya sastra berdasarkan kemulusan, kesejatian, kecocokan pengelihatan mata batin pengarang/keadaan pikirannya. Pendekatan ini sering mencari fakta tentang watak khusus dan pengalaman-pengalaman sastrawan yang sadar/tidak, telah membuka dirinya dalam karyanya. 3. Kritik pragmatik memandang karya sastra sebagai sesuatu yang dibangun untuk mencapai efek-efek tertentu pada audien (pendengar dan pembaca), baik berupa efek kesenangan, estetis, pendidikan maupun efek lainnya. Kritik ini cenderung menilai karya sastra menurut berhasil tidaknya karya tersebut mencapai tujuan tersebut (Pradopo, 199:26). Kritik ini memandang karya sastra sebagai sesuatau yang dibangun untuk mencapai efek-efek tertentu pada audien (pendengar dan pembaca), baik berupa efek kesenangan, estetis, pendidikan maupun efek lainnya. Sementara tujuan karya sastra pada umumnya: edukatif, estetis, atau politis. Dengan kata lain, kritik ini cenderung menilai karya sastra atas keberhasilannya mencapai tujuan. Ada yang berpendapat, bahwa kritik jenis ini lebih bergantung pada pembacanya (reseptif). Kritik jenis ini berkembang pada Angkatan Balai Pustaka. Sutan Takdir Alisjabana pernah menulis kritik jenis ini yang dibukukan dengan judul “Perjuangan dan Tanggung Jawab” dalam Kesusastraan. 4. Kritik objektif memandang karya satra hendaknya tidak dikaitkan dengan hal-hal di luar karya sastra itu. Ia harus dipandang dsebagai teks yang utuh dan otonom, bebas dari hal-hal yang melatarbelakanginya, seperti pengarang, kenyataan, maupun pembaca. Objek kritik adalah teks satra: unsur-unsur interinsik karya tersebut. Menurut objek kritik Karya sastra terdiri atas beragam jenis, yaitu puisi, prosa dan drama. Artinya, kritik sastra dapat menjadikan puisi, puisi, prosa atau drama sebagai objeknya. Dengan demikain, jenis kritik ini dapat dibagi lagi menjadi berdasarkan objeknya, yakni kritik puisi, kritik prosa, kritik drama. Selain itu, kritik satra itu sendiri dapat dijadikan kritik sehingga dinamakan kritik atas kritik. Karya sastra merupakan sebuah keseluruhan yang mencakupi dirinya, tersusun dari bagian-bagian yang saling berjalinan erat secara batiniah dan mengehendaki pertimbangan dan analitis dengan kriteria-kriteria intrinsik berdasarkan keberadaan (kompleksitas, koherensi, keseimbangan, integritas, dan saling berhubungan antarunsur-unsur pembentuknya. Jadi, unsur intrinsik (objektif)) tidak hanya terbatas pada alur, tema, tokoh, dsb; tetapi juga mencakup kompleksitas, koherensi, kesinambungan, integritas, dsb. Pendekatan kritik sastra jenis ini menitikberatkan pada karya-karya itu sendiri. Kritik jenis ini mulai berkembang sejak tahun 20-an dan melahirkan teori-teori: 1. New Critics (Kritikus Baru di AS) 2. Kritikus formalis di Eropa 3. Para strukturalis Perancis Menurut sifatnya Dalam dunia kritik sastra sering terjadi pertentang antara kritik sastra yang ditulis kalangan akademik dan nonakademik. Hal ini misalnya terlihat pada polemik antara kritikus sastra yang mengusung apa yang dinamakan metode Ganzheit dengan tokoh antara lain Goenawan Mohamad dan Arif Budiman versus kritikus sastra yang kemudian diistilahkan dengan aliran Rawamangun dengan tokoh-tokohnya antaralain M.S Hutagalung. Dapat dikatakan kritik aliran Rawamangun mewakili jenis kritik sasta kalangan akademik. Sedangkan kritik sasta aliran Ganzheti mewakili kalangan nonakdemik. Ada perbedaan antara dua kritik sastra dua liran tersebut. Kritik sastra nonakemik tidak terpaku pada format seperti yang terdapat pada petunjuk Tekhnik Penulisan Ilmiah; teori dan metode sastra meskipun digunakan ─ tidak diekspilitkan, dan menggunakan bahasa ilmiah populer. Jenis-jenis tulisannya berupa esai dan artikel yang dipublikasikan lewat koran, majalah, atau buku-buku yang merupakan kumpulan kritik sastra. Para penulisnya umumnya sastrawan, wartawan atau kalangan umum yang tertarik mendalam dunia sastra. (Perkuliahan) http://sigodangpos.blogspot.com/2011/09/jenis-jenis-kritik-sastra-dan.html